Rabu, 05 Januari 2011

Sikap Seorang Prajurit


ADA sebuah kisah pada zaman Alexander The Great, sekian ribu tahun sebelum Masehi. Seorang anggota pasukan Alexander yang gagah perkasa, merampas sebuah kendi dari tangan seorang petani tua yang akan mereguk airnya. Hari sedang panas terik, sehingga sangat menyiksa tubuh dan menimbulkan kehausan amat sangat. Tak ada sumur atau sungai di dekat situ. Hanya kendi air milik petani tua tadi.

Petani tua tak berdaya. Tapi sempat bertanya. Apakah Anda tak punya air, wahai prajurit? Tidak. Airku sudah habis sejak dua hari yang lalu. Tapi Anda masih punya rasa malu, bukan? tanya petani itu lagi.

Apa maksudmu? Sang prajurit keheranan, hingga tak jadi mengangkat kendi ke bibirnya. Rasa malu telah merebut seteguk air dari seorang petani tua yang lemah tak berdaya. Padahal Anda masih punya kuda dan kekuatan untuk mencari sumber air yang isinya lebih dari isi kendi ini.

Prajurit terhenyak. Meminta maaf sambil menyerahkan kembali kendi yang cuma berisi setetes air itu kepada petani tua. Rasa malu telah menghadangnya dari berbuat zalim. Oleh Alexander, pengalaman prajurit itu ditorehkan dalam sebuah prasasti yang di Kota Ephesus (wilayah Turki sekarang), berbunyi, “Memiliki rasa malu adalah bukti keperwiraan para prajurit. Para perwira yang tak punya rasa malu, nilai pangkatnya lebih rendah dari para prajurit”.

Tidak ada komentar: