Senin, 26 Oktober 2009

The Ugly Duckling


Pada suatu musim panas yang indah di pedesaan, seekor Ibu Itik sedang menunggu telur-telurnya menetas. Setelah beberapa lama, keluarlah anak-anak itik kecil dari telur-telur mereka, tetapi satu telur tersisa. Dengan sabar si Ibu Itik mengerami telur itu hingga akhirnya menetas. Tetapi anak itik kecil yang keluar sangatlah buruk rupa.

“Aku tidak mengerti bagaimana anakku bisa seburuk rupa ini!” Si ibu Itik berkata pada dirinya sendiri, menggelengkan kepada saat ia melihat anak bungsunya. Si Itik yang berwarna abu-abu ini memang bruuk rupa, dank arena ia makan lebih banyak dibandingkan kakak-kakaknya, ia pun lama kelamaan mulai lebih besar dari mereka. Hari-hari berlalu, dan si Itik yang buruk rupa semakin merasa tidak bahagia. Kakak-kakaknya tidak mau bermain dengannya, dia sangat kikuk dan semua binatang di pedesaan itu menertawakannya. Ia merasa sedih dan kesepian, sementara Si Ibu Itik mencoba menghiburnya,

“Ah Itik Buruk Rupa yang malang!” Ia berkata. “Mengapa kau sangat berbeda dengan yang lain?” Dan si Itik Buruk Rupa merasa lebih sedih lagi. Dia diam-diam menangis pada saat malam. Ia merasa tidak ada yang menyukainya.

“Tidak ada yang menyayangi aku, semua meledekku! Kenapa aku berbeda dari kakak-kakakku?”

Lalu pada suatu hari, saat matahari terbit, ia melarikan diri dari pedesaan. Ia berhenti di tepi kolam dan bertanya pada itik-itik disana, “Tahukah kalian itik lain yang punya bulu abu-abu seperti aku?” Tetapi semuanya menggelengkan kepala sambil mencibir.

“Kami tidak kenal satupun yang sejelek kamu.” Si Itik tidak kehilangan semangat, dan terus bertanya-tanya. Ia pergi ke kolam yang lain dan bertanya pada itik yang lain. Tetapi semua memberikan jawaban yang sama. Ia terus berpindah-pindah, sampai seorang wanita tua yang penglihatannya sudah kabur menangkapnya karena menyangka ia seekor angsa betina. Wanita itu menaruhnya di kandang dengan harapan ia akan bertelur. Ayam-ayam yang juga ada di kandang itu pun menakut-nakutinya,

“Tunggu saja! Kalau kau tidak bertelur, wanita tua itu akan memotongmu dan memasakmu!” Si Itik mulai ketakutan dan pada malam hari pun ia melarikan diri. Sekali lagi, ia sendirian. Ia berlari sejauh mungkin, dan pada pagi hari ia pun bersembunyi dibalik alang-alang. “Jika tidak ada yang suka padaku, aku akan bersembunyi disini selamanya.” Disana banyak makanan, dan si Itik mulai merasa sedikit berbahagia, walaupun ia kesepian. Pada suatu pagi ia melihat sekumpulan unggas yang cantik terbang diatasnya. Putih, dengan leher yang panjang, paruh berwarna kuning dan sayap yang lebar, mereka sedang terbang ke selatan.

“Seandainya aku bisa seperti mereka, sehari saja!” Kata si Itik dengan penuh kekaguman. Musim dingin datang dan air di atas alang-alang membeku. Si Itik meninggalkan tempatnya untuk mencari makanan di tengah salju. Ia jatuh pingsan, tetapi seorang petani menemukannya dan menaruhnya di saku jaketnya yang besar. Ia membawa si Itik pulang ke anak-anaknya supaya mereka bisa merawat si Itik yang kedinginan. Si Itik dirawat dengan baik di rumah petani sehingga ia bisa bertahan musim dingin yang menggigit.

Pada musim dingin, ia bertumbuh sangat besar sehingga si Petani memutuskan untuk melepasnya di kolam. Saat itulah si Itik melihat bayangan dirinya sendiri terpantul di air yang jernih. “Astaga! Aku sudah berubah sekali! Aku hampir tidak mengenali diriku!” Kumpulan angsa kembali ke utara dan turun ke kolam. Ketika si Itik melihat mereka, ia menyadari ia sama dengan angsa-angsa yang cantik itu dan dengan segera berteman dengan mereka.

“Kami juga angsa seperti kamu. Kamu bersembunyi dimana selama ini?” Tanya mereka dengan hangat. “Ceritanya panjang,” Kata si Angsa Muda ini, masih terkejut dengan perubahannya. Sekarang ia berenang dengan indahnya bersama angsa-angsa lain. Suatu hari, ia mendengar anak-anak kecil di tepi sungai berkata, “Lihatlah angsa muda itu! Ia yang terbagus dari semuanya!”

Dan ia pun menjadi bahagia sejak saat itu.

1 komentar:

lane hemings mengatakan...


F4ns Bett1nG s1tus Jud1 b0la 0nline terpercaya :)