Senin, 19 Oktober 2009

Jangan Menyerah


Suatu hari saya sedang merenung dan berjalan di tengah hutan. Saya memutuskan untuk menyerah … Saya menyerah pada pekerjaan saya, menyerah pada hubungan-hubungan saya,… Saya ingin menyerah pada hidup saya. Aku protes pada Tuhan. Protes terakhir yang akan saya lakukan.

“Tuhan”, ujar saya. “Tolong beri saya satu alasan untuk tidak menyerah”
JawabNya membuat saya terkejut … “Lihat sekelilingmu, apakah kamu melihat rumput-rumput dan bambu itu”
“Ya”, saya menjawab.

“Ketika saya menanam benih rumput dan benih bambu, saya memelihara mereka. Saya menyinarinya, dan menyiraminya. Rumput-rumput itu tumbuh dengan cepat. Membuat tanah ini menjadi hijau, dan kelihatan sangat indah. Namun bibit bambu itu belum tumbuh. Tetapi saya tidak menyerah dan berhenti menunggunya.

Pada tahun kedua, rumput-rumput itu semakin banyak dan semakin tinggi. Dan lagi-lagi belum ada tanda-tanda dari bibit bambu. Tetapi saya tetap tidak menyerah. Saya tetap menyinari dan menyiraminya” , kataNya.

“Setelah tiga tahun, belum juga bambu itu betunas. Saya tetap memeliharanya.”
“Tahun keempat, sekali lagi tetap belum kelihatan tanda-tanda kehidupan dari bibit bambu. Saya tetap sabar dan tidak menyerah.”, kataNya lagi.

“Kemudian, pada tahun kelima, sebuah tunas kecil muncul dari dalam tanah. Dibandingkan dengan rumput-rumput itu, itu hanya masalah kecil dan sepele…
Tetapi hanya 6 bulan kemudian bambu tumbuh ke atas mencapai 20 meter.
Ia telah menghabiskan lima tahun untuk menumbuhkan dan menyebarkan akarnya. Menjadikannya akar yang kuat dan memberikannya apa yang diperlukan untuk bertahan hidup.”

“Saya tidak akan memberikan ujian kepada ciptaan saya kalau mereka tidak bisa melaluinya.” Dia berkata kepada saya. “Tahukah kamu, kalau selama ini kamu telah berjuang dalam kehidupan, kamu sedang menumbuhkembangkan akar-akar kehidupan dalam dirimu”
“Saya tidak akan menyerah pada bambu. Aku tidak akan menyerah pada kehidupanmu. Jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain.”

Dia berkata,”Bambu memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan dengan rumput. Namun keduanya mejadikan hutan ini indah.”
“Waktumu akan datang”, Tuhan berkata kepada saya. “kamu akan menjalani kehidupan yang begitu indah dan mulia”

“Seindah dan semulia apakah kelak kehidupan saya”, saya bertanya.
“Setinggi apakah bambu akan bertumbuh?”, Dia bertanya kembali.
“Setinggi mungkin yang dapat ia capai”, saya menjawab.
“Ya.” Ia berkata, “Berikan kemuliaan pada Saya dengan membuat hidupmu seindah yang dapat kamu ciptakan. Jalani kehidupan setinggi mungkin, sesuai dengan kemampuan kamu.”

Saya meninggalkan hutan dan pulang ke rumah dengan membawa cerita ini dan membaginya dengan Anda para pembaca. Saya hanya berharap cerita ini dapat membantu Anda melihat Tuhan yang tidak akan pernah menyerah pada hidup Anda dan saya.

Tidak ada komentar: