Ada seorang ibu yang mempunyai 8 anak,4 anak laki2 dan 4 anak perempuan. Ibu tersebut sudah lama ditinggalkan suaminya. Ibu ini harus bekerja keras untuk mencukupi kehidupan anak2nya. Kemudian waktu berjalan lama, anak2nya pun sudah besar dan dari anak yg pertama sampai yg ketujuh merantau bekerja diluar negeri,tinggal anaknya yang bungsu tidak merantau karena matanya cacat.
Si bungsu adalah anak yg baik,rajin dan sangat menyayangi ibunya..dia selalu bekerja keras untuk membantu ibunya dan memberikan yg terbaik untuk ibunya..
Ibunya sering mengungkit ketujuh anaknya yg bekerja dluar negeri dalam waktu yg lamatidak ada kabar..
Ibu itu sering menanggis karena rindu dgn anak2nya sehingga ia jatuh sakit. Lalu ibu itu berkata dengan si bungsu ''anak ku,waktu ibu tidak banyak lagi,ibu sangat berharap sebelum pergi,bisa bertemu dgn kakak2 mu,ibu tidak tahu bagaimana kabar mereka. Tidak lama kemudian tujuh anaknya,semua telah berhasil dan sukses dan memiliki segalanya.harta yg banyak,mobil dan rumah yang mewah.
Suatu saat tujuh saudara ini pulang dan ingin memberikankebahagian dan segala yang diingin ibunya.apa pun yg diinginkan ibunya mereka mampu penuhi. Kepulangan mereka tentu memberikan
Sebuah kejutan untuk ibunya. Ketujuh anaknya merasa bangga karena mereka bisa membahagiakan ibunya..mereka membeli rumah yang mewah,mobil yg mahal untuk membawa ibunya pergi jalan2, namun apa yang terjadi ternyata ibunya tidak bisa menikmati semua itu,ibunya terbaring lemas dan tak mampu untuk bangun,ibunya menanggis melihat anak2nya telah berhasil.namun sayang sekali hanya bisa melihat anak2nya dalam waktu yang singkat karena mereka mau kembali mengurus usaha mereka.
Ibunya tidak tega membiarkan anak2nya pergi,karena ibu ini sangat mengharapkan semua anak ada di sampingnya waktu menghembuskan napas terakhir. Tetapi anak2nya tidak tahu apa yg benar2 diinginkan ibunya.
Si bungsu menghampir ibunya dan menanggis merasa minder dan malu karena melihat semua yg kakak2nya berikan kepada ibunya. ''Bu,maafkan aku,aku tidak berguna dan tidak bìsa memberikan apapun untukmu'.kata si bungsu,ia sangat menyesal karena terlahir cacat. 'anakku jangan menangis, kau adalah anak yg terbaik dari 8 anakku. Apalah artinya rumah yg mewah, uang yang banyak dan mobil yg mahal. Lihatlah, ibu terbaring lemas,tidak bìsa bangun untuk menikmati semua itu,namum ibu sangat bahagia bagi ibu, kaulah yg anakku yg sukses. Kau terlahir cacat namun kau melayani ibu dengan tenagamu dan menemani ibuku dengan semua waktumu penuh dengan cinta dan kasih sayang. Ingatlah anakku, semua yg kakakmu berikan itu tidak sebanding yg kau berikan.
Akhrinya sang ibu menghembuskan nafas terakhir,hanya si bungsu yg temani sampai terakhirnya..
Dear pembaca,terkadang kita hanya mengira bahwa uang adalah segala-galanya yg dapat membeli sesuatu yg diinginkan. Uang tak bisa membeli kebahagiaan. Tetapi waktu mampu melakukan segala sesuatu, dgn waktu kita bisa mendapatkan kebahagiaan.
Jumat, 20 Mei 2011
More Blessings
Seorang anak kecil dan ibunya pergi ke sebuah pusat pertokoan yang dipadati oleh pengunjung yang hendak berbelanja. Di pintu keluar pusat pertokoan tersebut disediakan sebuah bola kaca bening besar yang berisi berbagai macam permen enak. Seorang berpakaian manusia salju/Snowmandengan ramah memberi salam setiap pengunjung yang akan pulang, dan dengan senyum hangatnya ia mendekati setiap anak mempersilahkan untuk mengambil segenggam permen langsung dari dalam bola kaca itu.
Ketika anak kecil tadi akan keluar bersama ibunya, "manusia salju" dengan sopan menawarkan anak itu untuk mengambil permen. Tetapi anak itu hanya diam. Ibunya merasa heran karena ia tahu betul anaknya sangat menyukai permen, lalu membujuk si anak untuk mengambilnya. Tapi anak kecil itu tetap diam.
Karena beberapa anak lain sudah berlarian hendak keluar dari pusat pertokoan itu, maka "manusia salju" yang baik hati itu segera meraup segenggam penuh permen dan langsung memasukkannya ke dalam kantong belanja ibu dan anak kecil tadi. Anak itu senang sekali!!
Dalam perjalanan pulang ibunya bertanya mengapa ia tidak mau mengambil sendiri permen yang disediakan. Dengan polos si anak menunjukkan tangannya, "Mama, tanganku sangat kecil, sedangkan Om"snowman" tadi memiliki tangan yang begitu besar. Kalau aku sendiri yang mengambilnya tentu permen yang kudapat hanya sedikit. Tapi Om tadi mengambilkannya untukku, dan itu sangat banyak! Itulah yang kutunggu-tunggu..."
Cara berpikir anak kecil yang lugu ini memberikan sebuah pelajaran penting bagi kita betapa berlimpahnya berkat-berkat Tuhan yang telah dicurahkanNya bagi kita. Jauh melebihi dari apa yang dapat kita peroleh dengan upaya kita sendiri. Ia memberi segala yang kita perlukan menurut kekayaan dan kemuliaanNya, bahkan Ia telah mengaruniakan AnakNya yang Tunggal supaya kita memiliki hidup yang kekal.
Ketika anak kecil tadi akan keluar bersama ibunya, "manusia salju" dengan sopan menawarkan anak itu untuk mengambil permen. Tetapi anak itu hanya diam. Ibunya merasa heran karena ia tahu betul anaknya sangat menyukai permen, lalu membujuk si anak untuk mengambilnya. Tapi anak kecil itu tetap diam.
Karena beberapa anak lain sudah berlarian hendak keluar dari pusat pertokoan itu, maka "manusia salju" yang baik hati itu segera meraup segenggam penuh permen dan langsung memasukkannya ke dalam kantong belanja ibu dan anak kecil tadi. Anak itu senang sekali!!
Dalam perjalanan pulang ibunya bertanya mengapa ia tidak mau mengambil sendiri permen yang disediakan. Dengan polos si anak menunjukkan tangannya, "Mama, tanganku sangat kecil, sedangkan Om"snowman" tadi memiliki tangan yang begitu besar. Kalau aku sendiri yang mengambilnya tentu permen yang kudapat hanya sedikit. Tapi Om tadi mengambilkannya untukku, dan itu sangat banyak! Itulah yang kutunggu-tunggu..."
Cara berpikir anak kecil yang lugu ini memberikan sebuah pelajaran penting bagi kita betapa berlimpahnya berkat-berkat Tuhan yang telah dicurahkanNya bagi kita. Jauh melebihi dari apa yang dapat kita peroleh dengan upaya kita sendiri. Ia memberi segala yang kita perlukan menurut kekayaan dan kemuliaanNya, bahkan Ia telah mengaruniakan AnakNya yang Tunggal supaya kita memiliki hidup yang kekal.
Sabtu, 14 Mei 2011
Anugerah Dalam Setiap Langkah Kehidupan
Seorang profesor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer pada tanggal 1 Desember. Di sana ia berjumpa dengan seorang prajurit yang tak mungkin dilupakannya, bernama Ralph.
Ralph yang dikirim untuk menjemput sangprofesor di bandara. Setelah saling memperkenalkan diri, mereka menuju ke tempat pengambilan kopor. Ketika berjalan keluar, Ralph sering menghilang. Banyak hal yang dilakukannya. Ia membantu seorang wanita tua yang kopornya jatuh dan terbuka. Kemudian mengangkat dua anak kecil agar mereka dapat melihat sinterklas. Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali, ia kembali ke sisi profesor itu dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.
"Dari mana Anda belajar melakukan hal-hal seperti itu ?" tanya sang profesor. "Melakukan apa ?" kata Ralph. "Dari mana Anda belajar untuk hidup seperti itu?" "Oh," kata Ralph, "selama perang, saya kira." Lalu ia menuturkan kisah perjalanan tugasnya di Vietnam. Juga tentang tugasnya saat membersihkan ladang ranjau, dan bagaimana ia harus menyaksikan satu per satu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan
matanya.
"Saya belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah,"katanya. "Saya tak pernah tahu apakah langkah berikutnya merupakan pijakan yang terakhir, sehingga saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan tatkala mengangkat dan memijakkan kaki.Setiap langkah yang sayaayunkan merupakan sebuah dunia baru, dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini." Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tetapi sejauh mana kita menjalani kehidupan yang berkualitas.
Ralph yang dikirim untuk menjemput sangprofesor di bandara. Setelah saling memperkenalkan diri, mereka menuju ke tempat pengambilan kopor. Ketika berjalan keluar, Ralph sering menghilang. Banyak hal yang dilakukannya. Ia membantu seorang wanita tua yang kopornya jatuh dan terbuka. Kemudian mengangkat dua anak kecil agar mereka dapat melihat sinterklas. Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali, ia kembali ke sisi profesor itu dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.
"Dari mana Anda belajar melakukan hal-hal seperti itu ?" tanya sang profesor. "Melakukan apa ?" kata Ralph. "Dari mana Anda belajar untuk hidup seperti itu?" "Oh," kata Ralph, "selama perang, saya kira." Lalu ia menuturkan kisah perjalanan tugasnya di Vietnam. Juga tentang tugasnya saat membersihkan ladang ranjau, dan bagaimana ia harus menyaksikan satu per satu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan
matanya.
"Saya belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah,"katanya. "Saya tak pernah tahu apakah langkah berikutnya merupakan pijakan yang terakhir, sehingga saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan tatkala mengangkat dan memijakkan kaki.Setiap langkah yang sayaayunkan merupakan sebuah dunia baru, dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini." Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tetapi sejauh mana kita menjalani kehidupan yang berkualitas.
Ternyata Doa Memiliki Berat
Louise Redden, seorang ibu kumuh dengan baju kumal, masuk ke dalam sebuahsupermarket.
Dengan sangat terbata-bata dan dengan bahasa yang sopan ia memohon agardiperbolehkan mengutang. Ia memberitahukan bahwa suaminya sedang sakit dan sudah seminggu tidak bekerja. Ia memiliki tujuh anak yang sangat membutuhkan makan.
John Longhouse, si pemilik supermarket, mengusir dia keluar. Sambil terus menggambarkan situasi keluarganya, si ibu terus menceritakan tentang keluarganya. 'Tolonglah, Pak, Saya janji akan segera membayar setelah aku punya uang.
John Longhouse tetap tidak mengabulkan permohonan tersebut. "'Anda tidak mempunyai kartu kredit, anda tidak mempunyai garansi", alasannya.
Di dekat counter pembayaran, ada seorang pelanggan lain, yang dari awal mendengarkan percakapan tadi. Dia mendekati keduanya dan berkata :
"Saya akan bayar semua yang diperlukan Ibu ini."
Karena malu, si pemilik toko akhirnya mengatakan, "Tidak perlu,Pak.Saya sendiri akan memberikannya dengan gratis. Baiklah, apakah ibu membawa daftar belanja ?"
"Ya, Pak. Ini", katanya sambil menunjukkan sesobek kertas kumal.
"Letakkanlah daftar belanja anda di dalam timbangan, dan saya akan memberikan gratis belanjaan anda sesuai dengan berat timbangan tersebut." kata si pemilik toko.
Dengan sangat ragu-ragu dan setengah putus asa, Louise menundukkan kepala sebentar, menuliskan sesuatu pada kertas kumal tersebut, lalu dengan kepala tetap tertunduk, meletakkannya ke dalam timbangan.
Mata Si pemilik toko terbelalak melihat jarum timbangan bergerak cepat ke bawah
Ia menatap Pelanggan yang tadi menawarkan si ibu tadi sambil berucap kecil, "Aku tidak percaya pada yang aku lihat."
Si pelanggan baik hati itu hanya tersenyum. Lalu, si ibu kumal tadi mengambil barang-barang yang diperlukan, dan disaksikan oleh pelanggan baik hati tadi. Si Pemilik toko menaruh belanjaan tersebut pada sisi timbangan yang lain. Ternyata jarum timbangan tidak kunjung berimbang, sehingga si ibu terus mengambil barang-barang keperluannya dan si pemilik toko terus menumpuknya pada timbangan, hingga tidak muat lagi.
Si Pemilik toko merasa sangat jengkel dan tidak dapat berbuat apa-apa.
Karena tidak tahan, Si pemilik toko diam-diam mengambil sobekan kertas daftar belanja si ibu kumal tadi. Dan ia-pun terbelalak. Di atas kertas kumal itu tertulis sebuah doa pendek :
"Tuhan, Engkau tahu apa yang hamba perlukan. Hamba menyerahkan segalanya ke dalam tanganMu."
Si Pemilik Toko terdiam. Si Ibu, Louise, berterima kasih kepadanya, dan meninggalkan toko dengan belanjaan gratisnya. Si pelanggan baik hati bahkan memberikan selembar uang 50 dollar kepadanya.
Si Pemilik Toko kemudian mengecek dan menemukan bahwa timbangan yang dipakai tersebut ternyata tidak rusak.
Ternyata memang hanya Tuhan yang tahu bobot sebuah doa.
KEKUATAN SEBUAH DOA
Segera setelah anda membaca cerita ini, ucapkanlah sebuah doa.
Hanya itu.
Stop pekerjaan anda sekarang juga untuk sementara dan ucapkan sebuah doa.
May God Bless You All ......
Dengan sangat terbata-bata dan dengan bahasa yang sopan ia memohon agardiperbolehkan mengutang. Ia memberitahukan bahwa suaminya sedang sakit dan sudah seminggu tidak bekerja. Ia memiliki tujuh anak yang sangat membutuhkan makan.
John Longhouse, si pemilik supermarket, mengusir dia keluar. Sambil terus menggambarkan situasi keluarganya, si ibu terus menceritakan tentang keluarganya. 'Tolonglah, Pak, Saya janji akan segera membayar setelah aku punya uang.
John Longhouse tetap tidak mengabulkan permohonan tersebut. "'Anda tidak mempunyai kartu kredit, anda tidak mempunyai garansi", alasannya.
Di dekat counter pembayaran, ada seorang pelanggan lain, yang dari awal mendengarkan percakapan tadi. Dia mendekati keduanya dan berkata :
"Saya akan bayar semua yang diperlukan Ibu ini."
Karena malu, si pemilik toko akhirnya mengatakan, "Tidak perlu,Pak.Saya sendiri akan memberikannya dengan gratis. Baiklah, apakah ibu membawa daftar belanja ?"
"Ya, Pak. Ini", katanya sambil menunjukkan sesobek kertas kumal.
"Letakkanlah daftar belanja anda di dalam timbangan, dan saya akan memberikan gratis belanjaan anda sesuai dengan berat timbangan tersebut." kata si pemilik toko.
Dengan sangat ragu-ragu dan setengah putus asa, Louise menundukkan kepala sebentar, menuliskan sesuatu pada kertas kumal tersebut, lalu dengan kepala tetap tertunduk, meletakkannya ke dalam timbangan.
Mata Si pemilik toko terbelalak melihat jarum timbangan bergerak cepat ke bawah
Ia menatap Pelanggan yang tadi menawarkan si ibu tadi sambil berucap kecil, "Aku tidak percaya pada yang aku lihat."
Si pelanggan baik hati itu hanya tersenyum. Lalu, si ibu kumal tadi mengambil barang-barang yang diperlukan, dan disaksikan oleh pelanggan baik hati tadi. Si Pemilik toko menaruh belanjaan tersebut pada sisi timbangan yang lain. Ternyata jarum timbangan tidak kunjung berimbang, sehingga si ibu terus mengambil barang-barang keperluannya dan si pemilik toko terus menumpuknya pada timbangan, hingga tidak muat lagi.
Si Pemilik toko merasa sangat jengkel dan tidak dapat berbuat apa-apa.
Karena tidak tahan, Si pemilik toko diam-diam mengambil sobekan kertas daftar belanja si ibu kumal tadi. Dan ia-pun terbelalak. Di atas kertas kumal itu tertulis sebuah doa pendek :
"Tuhan, Engkau tahu apa yang hamba perlukan. Hamba menyerahkan segalanya ke dalam tanganMu."
Si Pemilik Toko terdiam. Si Ibu, Louise, berterima kasih kepadanya, dan meninggalkan toko dengan belanjaan gratisnya. Si pelanggan baik hati bahkan memberikan selembar uang 50 dollar kepadanya.
Si Pemilik Toko kemudian mengecek dan menemukan bahwa timbangan yang dipakai tersebut ternyata tidak rusak.
Ternyata memang hanya Tuhan yang tahu bobot sebuah doa.
KEKUATAN SEBUAH DOA
Segera setelah anda membaca cerita ini, ucapkanlah sebuah doa.
Hanya itu.
Stop pekerjaan anda sekarang juga untuk sementara dan ucapkan sebuah doa.
May God Bless You All ......
3 Pintu Kebijaksanaan
Seorang Raja, mempunyai anak tunggal yang pemberani, trampil dan pintar. Untuk menyempurnakan pengetahuannya, ia mengirimnya kepada seorang pertapa bijaksana.
"Berikanlah pencerahan padaku tentangJalan Hidupku" Sang Pangeran meminta.
"Kata-kataku akan memudar laksana jejak kakimu di atas pasir", ujar Pertapa."Saya akan berikan petunjuk padamu, di Jalan Hidupmu engkau akan menemui 3 pintu.
Bacalah kata-kata yang tertulis di setiap pintu dan ikuti kata hatimu.
Sekarang pergilah sang Pertapa menghilang dan Pangeran melanjutkan perjalanannya. Segera ia menemukan sebuah pintu besar yang di atasnya tertulis kata "UBAHLAH DUNIA"
"Ini memang yang kuinginkan" pikir sang Pangeran. "Karena di dunia ini ada hal-hal yang aku sukai dan ada pula hal-hal yang tak kusukai. Aku akan mengubahnya agar sesuai keinginanku"
Maka mulailah ia memulai pertarungannya yang pertama, yaitu mengubah dunia. Ambisi, cita-cita dan kekuatannya membantunya dalam usaha menaklukkan dunia agar sesuai hasratnya. Ia mendapatkan banyak kesenangan dalam usahanya tetapi hatinya tidak merasa damai. Walau sebagian berhasil diubahnya tetapi sebagian lainnya menentangnya.
Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari, ia bertemu sang Pertapa kembali.
"Apa yang engkau pelajari dari Jalanmu ?" Tanya sang Pertapa
"Aku belajar bagaimana membedakan apa yang dapat klakukan dengan kekuatanku dan apa yang di luar kemampuanku, apa yang tergantung padaku dan apa yang tidak tergantung padaku" jawab Pangeran
"Bagus! Gunakan kekuatanmu sesuai kemampuanmu. Lupakan apa yang di luar kekuatanmu, apa yang engkau tak sanggup mengubahnya" dan sang Pertapa menghilang.
Tak lama kemudian, sang Pangeran tiba di Pintu kedua yang bertuliskan "UBAHLAH SESAMAMU"
"Ini memang keinginanku" pikirnya. "Orang-orang di sekitarku adalah sumber kesenangan, kebahagiaan, tetapi mereka juga yang mendatangkan derita, kepahitan dan frustrasi"
Dan kemudian ia mencoba mengubah semua orang yang tak disukainya. Ia mencoba mengubah karakter mereka dan menghilangkan kelemahan mereka.
Ini menjadi pertarungannya yang kedua.
Tahun-tahun berlalu, kembali ia bertemu sang Pertapa.
"Apa yang engkau pelajari kali ini?"
"Saya belajar, bahwa mereka bukanlah sumber dari kegembiraan atau kedukaanku, keberhasilan atau kegagalanku. Mereka hanyamemberikan kesempatan agar hal-hal tersebut dapat muncul. Sebenarnya di dalam dirikulah segala hal tersebut berakar"
"Engkau benar" Kata sang Pertapa. "Apa yang mereka bangkitkan dari dirimu, sebenarnya mereka mengenalkan engkau pada dirimu sendiri.
Bersyukurlah pada mereka yang telah membuatmu senang & bahagia dan bersyukur pula pada mereka yang menyebabkan derita dan frustrasi.
Karena melalui mereka lah, Kehidupan mengajarkanmu apa yang perlu engkau kuasai dan jalan apa yang harus kau tempuh"
Kembali sang Pertapa menghilang.
Kini Pangeran sampai ke pintu ketiga "UBAHLAH DIRIMU"
"Jika memang diriku sendiri lah sumber dari segala problemku, memang di sanalah aku harus mengubahnya". Ia berkata pada dirinya sendiri.
Dan ia memulai pertarungannya yang ketiga. Ia mencoba mengubah karakternya sendiri, melawan ketidak sempurnaannya, menghilangkan kelemahannya, mengubah segala hal yg tak ia sukai dari dirinya, yang tak sesuai dengan gambaran ideal.
Setelah beberapa tahun berusaha, dimana sebagian ia berhasil dan sebagian lagi gagal dan ada hambatan, Pangeran bertemu sang Pertapa kembali.
"Kini apa yang engkau pelajari ?"
"Aku belajar bahwa ada hal-hal di dalam diriku yang bisa ditingkatkan dan ada yang tidak bisa saya ubah"
"Itu bagus" ujar sang pertapa. "Ya" lanjut Pangeran, "tapi saya mulai lelah untuk bertarung melawan dunia, melawan setiap orang dan melawan diri sendiri. Tidakkah ada akhir dari semuai ini ? Kapan saya bisa tenang ? Saya ingin berhenti bertarung, ingin menyerah, ingin meninggalkan semua ini !"
"Itu adalah pelajaranmu berikutnya" ujar Pertapa. Tapi sebelum itu, balikkan punggungmu dan lihatlah Jalan yang telah engkau tempuh".
Dan ia pun menghilang.
Ketika melihat ke belakang, ia memandang Pintu Ketiga dari kejauhan dan melihat adanya tulisan di bagian belakangnya yang berbunyi "TERIMALAH DIRIMU".
Pangeran terkejut karena tidak melihat tulisan ini ketika melalui pintu tsb.
"Ketika seorang mulai bertarung, maka ia mulai menjadi buta" katanya pada dirinya sendiri.
Ia juga melihat, bertebaran di atas tanah, semua yang ia campakkan, kekurangannya, bayangannya, ketakutannya. Ia mulai menyadari bagaimana mengenali mereka, menerimanya dan mencintainya apa adanya.
Ia belajar mencintai dirinya sendiri dan tidak lagi membandingkan dirinya dengan orang lain, tanpa mengadili, tanpa mencerca dirinya sendiri.
Ia bertemu sang Pertapa, dan berkata "Aku belajar, bahwa membenci dan menolak sebagian dari diriku sendiri sama saja dengan mengutuk untuk tidak pernah berdamai dengan diri sendiri. Aku belajar untuk menerima diriku seutuhnya, secara total dan tanpa syarat."
"Bagus, itu adalah Pintu Pertama Kebijaksanaan" , ujar Pertapa. "Sekarang engkau boleh kembali ke Pintu Kedua"
Segera ia mencapai Pintu Kedua, yang tertulis di sisi belakangnya "TERIMALAH SESAMAMU"
Ia bisa melihat orang-orang di sekitarnya, mereka yang ia suka dan cintai, serta mereka yang ia benci. Mereka yang mendukungnya, juga mereka yang melawannya.
Tetapi yang mengherankannya, ia tidak lagi bisa melihat ketidaksempurnaan mereka, kekurangan mereka. Apa yang sebelumnya membuat ia malu dan berusaha mengubahnya.
Ia bertemu sang Pertapa kembali, "Aku belajar" ujarnya "Bahwa dengan berdamai dengan diriku, aku tak punya sesuatupun untuk dipersalahkan pada orang lain, tak sesuatupun yg perlu ditakutkan dari merela. Aku belajar untuk menerima dan mencintai mereka, apa adanya.
"Itu adalah Pintu Kedua Kebijaksanaan" ujar sang Pertapa, "Sekarang pergilah ke Pintu Pertama"
Dan di belakang Pintu Pertama, ia melihat tulisan "TERIMALAH DUNIA"
"Sungguh aneh" ujarnya pada dirinya sendiri "Mengapa saya tidak melihatnya sebelumnya". Ia melihat sekitarnya dan mengenali dunia yang sebelumnya berusaha ia taklukan dan ia ubah.
Sekarang ia terpesona dengan betapa cerah dan indahnya dunia. Dengan kesempurnaannya.
Tetapi, ini adalah dunia yang sama, apakah memang dunia yang berubah atau cara pandangnya?
Kembali ia bertemu dengan sang Pertapa : "Apa yang engkau pelajari sekarang ?"
"Aku belajar bahwa dunia sebenarnya adalah cermin dari jiwaku. Bahwa Jiwaku tidak melihat dunia melainkan melihat dirinya sendiri di dalam dunia. Ketika jiwaku senang, maka dunia pun menjadi tempat yang menyenangkan. Ketika jiwaku muram, maka dunia pun kelihatannya muram.
Dunia sendiri tidaklah menyenangkan atau muram. Ia ADA, itu saja.
Bukanlah dunia yang membuatku terganggu, melainkan ide yang aku lihat mengenainya. Aku belajar untuk menerimanya tanpa menghakimi, menerima seutuhnya, tanpa syarat.
"Itu Pintu Ketiga Kebijaksanaan" ujar sang Pertapa. "Sekarang engkau berdamai dengan dirimu, sesamamu dan dunia" Sang pertapa pun menghilang.
Sang pangeran merasakan aliran yang menyejukkan dari kedamaian, ketentraman, yang berlimpah merasuki dirinya. Ia merasa hening dan damai.
Langganan:
Postingan (Atom)