Rabu, 18 Februari 2015

Kisah Penebang Kayu


Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja untuk menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin. 

Saat mulai bekerja, majikan memberi sebuah kapak dan menunjukkan area yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon.  Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang pohon.

Sore hari, mendengar hasil kerja si penebang, majikan terkesan dan memberi pujian dengan tulus, “Hasil kerjamu luar biasa. Saya kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu”. 

Sangat termotivasi pujian, keesokan hari penebang bekerja lebih keras, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 7 batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan. Makin hari, semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan. 

“Sepertinya aku kehilangan kemampuan dan kekuatan, bagaimana aku mempertanggungjawabkan hasil kerjaku kepada majikan?” pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa. Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke majikan, minta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi. 

Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, “Kapan terakhir kamu mengasah kapak?”  “Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu, saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga”. Kata si penebang. 

“Itulah masalahnya. Ingat, hari pertama kau kerja? Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan luar biasa. Hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun. 

Maka, sesibuk apapun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal.  Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!” perintah sang majikan. 

Sambil menganggukkan kepala dan mengucap terimakasih, penebang berlalu dari majikannya untuk mulai mengasah kapak. Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk dan sibuk, sehingga sering melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru.

Tidak ada komentar: