Dahulu kala di negeri Spanyol ada seorang kesatria yang dikenal paling tampan dan perkasa. Dia suka menolong. Tak ada yang bisa menghalanginya menolong gadis-gadis malang atau membebaskan anak yatim dari ayah tiri yang kejam.
Dia suka mengembara, mendaki gunung-gunung, menuruni lembah, membunuh penyamun-penyamun, dan membuat orang-orang jahat gemetar ketakutan.
Badannya tegap, perkasa setiap orang tahu bahwa dia tak gentar menghadapi segala macam bahaya.
“Tunjukkan padaku suatu petualangan,” dia akan selalu berkata begitu, “Maka akan kutunjukkan bagaimana caranya menghunus pedang, menunggang kuda dan mengalahkan musuh.”
Edward menikmati hidupnya yang penuh petualangan dengan gembira.
“Berkelahi dan mengembara membuat seorang kesatria selalu sehat,” katanya senantiasa. “Aku senang berkenalan dengan orang-orang dan menjelajah daerah baru. Seorang kesatria tak boleh mendekam di suatu tempat.”
Demikianlah Edward mengembara terus diiringi pengawalnya yang setia, Alfonso. Rakyat berterima kasih karena perbuatannya memerangi kejahatan. Tapi mereka pun merasa lega jika dia sudah meneruskan perjalanannya. Edward orangnnya tak bisa tenang dan selalu mencari-cari kalau ada naga sembunyi di semak-semak atau nenek sihir sembunyi di kolong tempat tidur.
Tapi, suatu kali pernah Edward sial. Dia mendaki gunung lalu turun ke sebuah desa di lembah di balik gunung. Desa itu aman dan damai. Penduduknya hidup rukun dan bahagia. Binatang paling buas disitu hanyalah kucing. Adipati yang menguasai wilayah itu sangat pemurah dan baik hati.
Edward dan Alfonso segera menjadi bosan. Mereka menjelajahi daerah itu tapi tak menemukan petualangan yang cukup berarti. Malam hari, setelah lelah berkuda seharian, mereka masuk ke sebuah penginapan untuk makan dan menginap semalam.
Sepanjang hari mereka menemukan wajah-wajah yang cerah bahagia begitu pula di penginapan itu. Semua orang kelihatannya hidup makmur dan santai. Tak ada gunanya bertanya kalau-kalau disekitar situ ada naga yang pantas dibunuh.
Edward merasa galau.
“Aku sudah bosan menjelajahi negeri ini,” keluhnya. “Kuharap kita sudah dekat dengan perbatasan dan bisa segera keluar dari tempat yang menjemukan ini.”
Sama sekali ia tak menduga bahwa sebentar lagi dia akan mengalami petualangan yang sangat seru.
Kemudian pemuda itu tertawa. “Tentu saja tak ada yang berani. Bagaimana orang akan berjalan melintasi permukaan air? Dan apakah mereka akan bisa kembali? Nah … Tuan, jika Tuan menginginkan suatu petualangan yang benar-benar hebat berjalanlah menyeberangi danau menemui si Jelita.”
Edward cukup puas. Mungkin tidak akan ada pertempuran, tapi sebuah petualangan wow sungguh sangat menarik. Tapi Alfonso sebenarnya sangat kebgeratan dengan rencana petualangan yang aneh itu.
Keesokan harinya, ia bermaksud berangkat ke danau angker. Ia tak peduli peringatan Alfonso, Edward berkuda ke Danau Angker. Dia menunggu di tepian sampai bulan purnama muncul di langit.
Ketika itulah, ketika bulan memancarkan sinarnya yang indah, dari tengah danau muncul gadis cantik jelita. Gadis itu melambai memanggilnya.
“Kemarilah. Datanglah padaku.” Edward belum pernah mendengar suara semerdu itu penuh pesona.
Edward terpana. Tanpa disadarinya ia mulai melangkah. Ternyata air danau bisa menahan berat tubuhnya, jadi seperti berjalan di atas tanah saja. Kecantikan gadis itu, keindahan sinar bulan dan desah angina sepoi-sepoi membuat dia lupa akan segal-galanya. Dia lupa akan Alfonso yang setia menunggunya di tepi danau.
Gadis itu tersenyum manis sekali. “Aku Ratu Danau Angker,” katanya sambil memegang tangan Edward.
Ratu Danau Angker membimbing Edward menyelam ke dasar danau. Anehnya dia tak merasa kedinginan atau gelagapan. Mereka melewati gerbang zamrud; lalu gerbang permata delima, dan ketiga … gerbang intan. Akhirnya keduanya sampai ke istana yang penuh dengan orang-orang yang sedang berpesta sambil ngobrol riang.
Inilah keratin Ratu Danau Angker. Raut itu ingin menikah dengan manusia biasa. Tamu-tamu yang anggundan tempan itu belum pernah kelau dariistana sang Ratu. Cerita mereka sudah habis didengar Ratu.”Ceritakan bagaimana kau berhasil membunuh naga,” kata Ratu pada Edward, “Bagaimana kau menyelamatkan putrid raja dan memberantas gerombolan penyamun di Tuscanya.”
Edward memang suka menceritakan pengalamannya dan membanggakannya. Hari-hari pertama dia merasa senang, tapi … lama-lama bosan juga. Bercerita saja, tidak cukup, betapapun petualangannya itu seru. Edward sudah ingin bertualang lagi, bertualang sungguh-sungguh.
Ketika hal itu dikatakannya kepada Ratu Danau Angker, sang Ratu sangat marah. “Kau pikir aku ini apa?” teriaknya murka.
“Kalau kau pergi, lalu aku harus menunggumu sambil membersihan istana, ya?”
“Pikir dulu. Jika kau berani keluar dari istana ini, kau akan mati tenggelam. Kau harus tinggal disini dan mendongeng setiap hari. Awas ya!” ancam Ratu.
Tapi Ratu keliru. Edward justru malah merasa ditantang. Apapun resikonya, dia akan lari. Edward memang pemberani.
“Tak ada yang bisa memenjarakan saya, apalagi hanya seorang perempuan,” teriaknya marah. Dia berlari ke luar istana, melewati gerbang intan, gerbang permata delima, dan gerbang zamrud. Sekarang dia berada dalam air kelabu yang sedingin es.
Terdengar pekik jerit di belakangnya. Istana Ratu Danau Angker hancur berantakan. Tapi Edward sendiri sedang berusaha berenang ke permukaan, dia tidak peduli-menengok ke belakang pun tidak.
Kemudian datang seekor ikan yang besar sekali, menjejerinya.
“Peganglah ekorku,” kata ikan itu. “Kuantar kau ke permukaan. Kau telah menyelamatkan kami dari kekuatan sihir Ratu Danau Angker karena berani meninggalkanistana itu.”
Edward pun sampai ke tepi danau.
Bagi Edward, serasa dia sudah pergi selama berbulan-bulan tapi bagi Alfonso yang menunggunya dengan setia, terasa hanya beberapa menit saja.
Ketika pakaiannya sudah kering kembali, Edward merasa terbebas dari pesona Ratu Danau Angker. Diiringi Alfonso, dia kembali bertualang menjelajahi daerah-daerah tak dikenal, tapi dia takkan mengulang petualang yang menyeramkan didasar danau.
Itulah Edward yang suka berpetualang, ingin dan ingin mengetahui rahasia alam untuk meluaskan pengalaman hidup.
Dia dan Alfonso sedang duduk menyantap makan malam ketika seorang pemuda bertubuh kecil, memakai jubah putih datang menghampirinya. Pemuda itu kelihatan ringkih, sepertinya tidak pernah bekerja sana sekali.
“Bolehkah aku duduk bersama Anda?” Tanya pemuda itu.
“Kulihat Anda ini sangat perkasa. Mestinya menyenangkan duduk mengobrol dengan Tuan daripada bicara dengan orang-orang dusun yang bodoh dan tolol disini.”
Edward mengangguk dan pemuda itu pun duduk.
“Aku seorang penyair,” katanya, “Tapi di daerah ini tak ada orang yang cukup pintar untuk memahami puisiku.”
Sial benar pemuda itu. Sebab meskipun berasal dari keluarga terhormat serta terpelajar, Edward sama sekali tak tertarik pada puisi. Setali tiga uang dengan petani dusun.
“Tapi aku gembira kau mau mengobrol denganku,” kata Edward. “Apakah Anda tahu kalau-kalau ada petualangan seru di sekitar sini? Apakah ada misteri yang belum pernah dipecahkan didaerah ini?”
Mula-mula penyair muda itu menggeleng tapi akhirnya dia mengangguk, “Ya ada Misteri Danau Angker”, tapi dia nampak ragu-ragu. “Anda adalah seorang kesatria, aku tak yakin Anda akan tertarik pada misteri sebuah danau.”
Edward sudah sangat bosan. Misteri seremeh apapun dia tak peduli asalkan ada kesempatan untuk bertualang.
“Ceritakan tentang Danau Angker itu” desaknya.
“Yah,” kata si penyair muda, “Disebelah barat daerah ini ada sebuah danau. Airnya berwarna kelabu. Permukaannya berkabut, tak pernah jernih. Tak adaorang yang bisa mengintip isinya. Tetapi setiap malam bulan purnama, dari dalamnya akan muncul seorang gadis jelita. Gadis itu akan memanggil-manggilorang yang berdiri ditepi danau untuk mendekatinya.”
Kemudian pemuda itu tertawa. “Tentu saja tak ada yang berani. Bagaimana orang akan berjalan melintasi permukaan air? Dan apakah mereka akan bisa kembali? Nah … Tuan, jika Tuan menginginkan suatu petualangan yang benar-benar hebat berjalanlah menyeberangi danau menemui si Jelita.”
Edward cukup puas. Mungkin tidak akan ada pertempuran, tapi sebuah petualangan wow sungguh sangat menarik. Tapi Alfonso sebenarnya sangat kebgeratan dengan rencana petualangan yang aneh itu.
Keesokan harinya, ia bermaksud berangkat ke danau angker. Ia tak peduli peringatan Alfonso, Edward berkuda ke Danau Angker. Dia menunggu di tepian sampai bulan purnama muncul di langit.
Ketika itulah, ketika bulan memancarkan sinarnya yang indah, dari tengah danau muncul gadis cantik jelita. Gadis itu melambai memanggilnya.
“Kemarilah. Datanglah padaku.” Edward belum pernah mendengar suara semerdu itu penuh pesona.
Edward terpana. Tanpa disadarinya ia mulai melangkah. Ternyata air danau bisa menahan berat tubuhnya, jadi seperti berjalan di atas tanah saja. Kecantikan gadis itu, keindahan sinar bulan dan desah angina sepoi-sepoi membuat dia lupaakan segal-galanya. Dia lupa akan Alfonso yang setia menunggunya di tepi danau.
Gadis itu tersenyum manis sekali. “Aku Ratu Danau Angker,” katanya sambil memegang tangan Edward.
Ratu Danau Angker membimbing Edward menyelam ke dasar danau. Anehnya dia tak merasa kedinginan atau gelagapan. Mereka melewati gerbang zamrud; lalu gerbang permata delima, dan ketiga … gerbang intan. Akhirnya keduanya sampai ke istana yang penuh dengan orang-orang yang sedang berpesta sambil ngobrol riang.
Inilah keratin Ratu Danau Angker. Raut itu ingin menikah dengan manusia biasa. Tamu-tamu yang anggundan tempan itu belum pernah kelau dari istana sang Ratu. Cerita mereka sudah habis didengar Ratu.”Ceritakan bagaimana kau berhasil membunuh naga,” kata Ratu pada Edward, “Bagaimana kau menyelamatkan putrid raja dan memberantas gerombolan penyamun di Tuscanya.”
Edward memang suka menceritakan pengalamannya dan membanggakannya. Hari-hari pertama dia merasa senang, tapi … lama-lama bosan juga. Bercerita saja, tidak cukup, betapapun petualangannya itu seru.Edward sudah ingin bertualang lagi, bertualang sungguh-sungguh.
Ketika hal itu dikatakannya kepada Ratu Danau Angker, sang Ratu sangat marah. “Kau pikir aku ini apa?” teriaknya murka.
“Kalau kau pergi, lalu aku harus menunggumu sambil membersihan istana, ya?”
“Pikir dulu. Jika kau berani keluar dari istana ini, kau akan mati tenggelam. Kau harus tinggal disini dan mendongeng setiap hari. Awas ya!” ancam Ratu.
Tapi Ratu keliru. Edward justru malah merasa ditantang. Apapun resikonya, dia akan lari. Edward memang pemberani.
“Tak ada yang bisa memenjarakan saya, apalagi hanya seorang perempuan,” teriaknya marah. Dia berlari ke luar istana, melewati gerbang intan, gerbang permata delima, dan gerbang zamrud. Sekarang dia berada dalam air kelabuyang sedingin es.
Terdengar pekik jerit di belakangnya. Istana Ratu Danau Angker hancur berantakan. Tapi Edward sendiri sedang berusaha berenang ke permukaan, dia tidak peduli-menengok ke belakang pun tidak.
Kemudian datang seekor ikan yang besar sekali, menjejerinya.
“Peganglah ekorku,” kata ikan itu. “Kuantar kau ke permukaan. Kau telah menyelamatkan kami dari kekuatan sihir Ratu Danau Angker karena berani meninggalkan istana itu.”
Edward pun sampai ke tepi danau.
Bagi Edward, serasa dia sudah pergi selama berbulan-bulan tapi bagi Alfonso yang menunggunya dengan setia, terasa hanya beberapa menit saja.
Ketika pakaiannya sudah kering kembali, Edward merasa terbebas dari pesona Ratu Danau Angker. Diiringi Alfonso, dia kembali bertualang menjelajahi daerah-daerah tak dikenal, tapi dia takkan mengulang petualang yang menyeramkan didasar danau.
Itulah Edward yang suka berpetualang, ingin dan ingin mengetahui rahasia alam untuk meluaskan pengalaman hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar