Jumat, 11 Desember 2009

Si Gemuk Domba Mentega


Pada zaman dahulu, ada seorang anak yang tubuhnya gemuk sekali. Berat badannya hampir satu kwintal. Konon, ia menjadi gemuk karena ibunya selalu memperhatikan makanannya. Ia tak pernah terlambat makan. Ia makan sangat banyak dan lahap melebihi saudara-saudaranya. Walaupun gemuk, ia bukan anak yang pendiam tak mau bermain. Ia tetap bermain dengan saudara-saudaranya yang lain, berlari-larian, petak umpet, atau lompat tali.

Dalam bermain, si Gemuk ini selalu dikalahkan oleh saudara-saudaranya. Jika berlari ia selalu ketinggalan di belakang karena tubuhnya terlalu berat untuk berlari dengan saudara-saudaranya yang larinya secepat angin. Bahkan, ketika berlari, si Gemuk berjalannya seperti raksasa hingga menyebabkan bumi bergetar.

Kalau bermain petak umpet, ia akan mudah kelihatan kalau bersembunyi sebab tidak ada tempat persembunyian yang pas untuknya. Tempat persembunyiannya selalu lebih kecil dari tubuhnya, sehingga bagian tubuhnya pasti kelihatan. Misalnya, kakinya menyembul atau tangannya kelihatan seperti cabang pohon yang besar.

Meskipun sering kalah, tetapi si Gemuk tetap riang. Si Gemuk ini sering diolok-olok dengan julukan Domba Mentega tetapi ia sama sekali tak marah. Si Gemuk menyadari, kalau mereka adalah saudara-saudaranya yang baik hati dan tak mungkin menjerumuskannya.

Julukan Domba Mentega itu diberikan pada si Gemuk karena saudara-saudaranya itu membayangkan tubuh Si Gemuk layaknya seekor domba, apalagi kalau dimasak menggunakan mentega, kelezatannya akan semakin bertambah. Zaman dahulu, domba adalah makanan mewah yang hanya dimakan oleh kalangan pembesar kerajaan. Rakyat kecil seperti keluarga si Gemuk hanya bisa menikmati masakan domba yang lezat hanya pada akhir tahun ketika pihak kerajaan mengadakan pesta tahunan dengan mengundang rakyat jelata. Pada saat itu, rakyat dapat merasakan lezatnya masakan istana, khususnya domba mentega. Maka, tak heran, jika si Gemuk yang dijuluki Domba Mentega itu sedemikian tenar julukannya hingga ke negeri-negeri tetangga.

Si Gemuk sekarang justru berterima kasih kepada saudara-saudaranya. Julukan yang sesungguhnya untuk menghina dirinya itu, kini malah menjadi berkah baginya dan keluarganya. Orang-orang yang merasa penasaran dengan julukan itu berbondong-bondong berdatangan ke rumahnya untuk melihat sendiri bagaimana sosok “Domba Mentega” itu. Begitu menyaksikan betapa besar tubuh si Gemuk, mereka merasa gemas dan berusaha untuk mencubit atau memegang bagian tubuhnya. Lalu, dengan penjagaan yang ketat dari Ibu dan saudara-saudaranya, si Gemuk mendapat perlindungan yang berarti.

Hingga suatu hari, kabar tentang si Gemuk itu didengar oleh seorang nenek tua sakti yang menyukai daging gemuk manusia. Ia adalah seorang kanibal yang kelaparan dan sudah lama tidak merasakan bagaimana rasanya menyantap daging manusia. Ia kemudian datang kepada keluarga si Gemuk dan ingin melihat bagaimana keadaannya. Tetapi, Ibu yang sudah tahu maksud jahat nenek tua yang datang itu, telah memberitahu anak-anak sebelumnya untuk bersembunyi di dalam rumah. Ia kemudian menemui nenek tua itu.

“Maaf nek, Si Domba Mentega sekarang sedang bermain-main di luar!” kata ibu Si Gemuk.
“Wah, sayang sekali, padahal aku membawakannya hadiah yang bagus-bagus,” kata nenek tua itu.
Mendengar nenek itu menyebut hadiah, Si Gemuk langsung melonjak kegirangan dan menemui nenek itu. Secepat kilat anak itu langsung dimasukkan ke dalam karung untuk dibawanya pulang. Ibunya tak dapat berkutik karena takut akan disihir menjadi binatang. Di dalam karung, si Gemuk dapat menemukan sebuah pisau dan menyobeknya. Walhasil, si Gemuk bisa melarikan diri tanpa diketahui nenek sakti tersebut.

Paginya, nenek tua sakti itu kembali ke rumah si Gemuk. Kali ini, ia memakai tipuan yang lain.
“Maaf Nek, Si Domba Mentega sedang berburu bersama kakak-kakaknya!” kata Ibunya.
“Wah sayang sekali, sebenarnya tak perlu berburu karena aku membawakannya daging kelinci yang lezat!” kata nenek tua penyihir itu.

Mendengar nenek itu menyebut daging kelinci, terbayanglah dalam benak si Gemuk akan daging kelinci yang lezat. Si Gemuk yang masih kecil itu kemudian keluar dan menanyakan daging kelinci tersebut.
Nenek sakti itu kembali menangkapnya dan memasukkannya ke dalam karung. Ibunya tidak berani berontak. Kali ini, si Gemuk tak bisa berkutik karena di dalam karung juga tidak ada pisau. Meskipun Si Gemuk berontak, tapi kekuatan nenek jahat itu lebih hebat.

Sesampainya di tempat tinggal nenek jahat tersebut, si Gemuk lalu dimasukkan ke dalam belanga yang besar yang diisi air. Nenek itu lalu menyusun kayu bakar. Ketika nenek itu mencari-cari korek api, Si Gemuk meraba-raba sesuatu di bawahnya. Mungkin, ada sesuatu yang bisa dipergunakannya untuk melawan nenek tua itu.

Benar saja, si Gemuk menemukan sebuah sendok besar yang tertinggal dalam belanga. Si Gemuk diam-diam menyembunyikannya di belakang punggungnya. Ia pura-pura pasrah. Hingga, ketika nenek tua itu akan menyulut tungkunya dengan korek api, ia langsung memukul kepala nenek tua itu hingga pingsan. Lalu, si Gemuk dapat melarikan diri.

Sejak saat itu, ibu dan saudara-saudara di Gemuk tak pernah menjulukinya Domba Mentega. Ia memanggil nama aslinya, Tom. Tetapi, kadang-kadang mereka menambahkan kata di belakangnya namanya dengan Si Pemberani, atau lengkapnya, Tom Si Pemberani.

Tidak ada komentar: