Rabu, 14 September 2011

Not Make Others for Fun

Dahulu kala ada seorang saudagar yang kaya raya bernama Kasim. Ia mempunyai rumah yang indah, ternak yang banyak, serta beberapa kapal dagang yang besar-besar.Nama saudagar Kasim juga terkenal oleh karena kebaikan hati putrinya, bernama Fara. Satu hal yang kurang baik pada saudagar Kasim ialah, bahwa dia suka mentertawakan orang lain. Berulang kali Fara memperingatkan ayahnya, tetapi tidak juga didengarnya. Pada suatu hari, ketika saudagar Karim sedang duduk di depan rumahnya, lewatlah seorang perempuan tua yang amat buruk rupanya. Hidung perempuan itu panjang, dan melengkung di tengah. Jalannya terbungkuk-bungkuk, serta lehernya tergoyang-goyang, sehingga matanya yang juling kelihatan semakin buruk. 


Melihat perempuan itu, tak tertahankan lagi tawa saudagar Kasim, hingga perutnya terguncang-guncang karenanya, “Hai, Nek!” serunya sambil tertawa, “Hidung apakah yang kaumiliki itu? Dan mengapa lehermu terus menerus bergoyang? Berilah kawat supaya menjadi kuat. Perempuan tua itu berhenti sebentar, tetapi kemudian meneruskan perjalanannya tanpa menjawab sepatah kata pun. Saudagar Kasim kecewa, sebab orang yang digodanya tidak membalas. 


Karena itu, setiap sore, ia menanti perempuan tua itu lewat, dan mentertawakannya lagi. Pada suatu hari, pada waktu Fara sedang di rumah sendirian, datanglah seorang perempuan muda, mencari pekerjaan. Oleh karena Fara memerlukan pelayan baru, diterimalah orang itu dengan senang hati. Siang itu, pelayan baru menyajikan hidangan yang sangat lezat. Anehnya, sesaat setelah Fara memakannya, ia menjadi lemas, dan akhirnya tidak sadarkan diri. Alangkah terkejut hati saudagar Kasim, ketika dilihatnya Farah yang terbaring di kamarnya. Wajahnya yang cantik jelita itu telah lenyap dan sekarang memiliki wajah yang serupa dengan perempuan tua yang dihinanya setiap sore itu. “Carilah perempuan itu,” tangis Fara, “dan mintalah maaf kepadanya.” Betapa sulitnya mencari seorang perempuan tua di kota sebesar itu. Tetapi saudagar Kasim berangkat juga. Dimasukinya lorong-lorong kampung, dan didengarnya berita-berita yang mungkin menunjukkan di mana perempuan tua itu bertempat tinggal. Ia tidak lagi mempedulikan kekayaan dan perdagangannya. Yang ada di dalam hatinya, hanyalah perasaan menyesal dan dukacita atas nasib yang menimpa putrinya. 


Pada hari yang ke empatpuluh, ketika kakinya sudah bengkak karena terus menerus berjalan, bertemulah saudagar Kasim dengan perempuan tua yang dihinanya dahulu. Ia segera menjatuhkan dirinya ke tanah, serta meminta ampun, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. “Aku akan mengampuni kamu,” kata perempuan tua itu, “oleh karena Fara berhati baik. Tetapi jika aku mendengar atau melihat engkau mentertawakan orang yang mempunyai cacat tubuh seperti aku ini, maka cacat yang sama akan tertimpa kepadamu.” “Ampunilah saya, Nek,” kata saudagar Kasim sambil menghapus air matanya. “Saya sungguh menyesal, dan berjanji tidak akan menghina orang lain lagi.” Nenek tua itu tidak berdusta. 


Ketika saudagar Kasim tiba di rumah kembali, Fara menyongsongnya dengan sukacita. Wajahnya telah kembali cantik seperti sedia kala. Sejak saat itu, perangai Saudagar Kasim berubah. Ia tidak pernah lagi mentertawakan orang lain. Ditolongnya orang-orang yang timpang dan lumpuh; serta sebagian besar kekayaannya didermakannya kepada orang-orang yang miskin. Saudagar Kasim telah memperoleh upah yang setimpal atas kebiasaannya menghina orang lain yang lemah. Sekarang, ia terkenal sebagai seorang dermawan yang mengasihi sesama. 


Diceritakan kembali oleh Rohyati Solihin
Diambil dari Bobo no.11/Th VII/1979

Tidak ada komentar: