Kamis, 23 Oktober 2014

Matahari dan Rembulan


Setiap hari Matahari dan Bulan bergantian menyinari bumi. Matahari bertugas di siang hari dengan sinarnya yang hangat. Kadang-kadang amat menyengat. Sedangkan Bulan, menerangi kegelapan malam dengan cahayanya nan lembut.
    
Di suatu senja yang gerah, Matahari berkeluh kesah. Wajahnya yang bundar nampak kemerah-merahan.
    
“Oh, panas sekali! Aku tak tahan terus-terusan seperti ini. Sementara di bawah sana, makhluk bumi bersuka ria menikmati kehangatan sinarku!”

Bulan mendengar keluhan Matahari. Pelan-pelan ia muncul di langit. Malam hampir menjelang. Tiba gilirannya untuk berjaga. Waktu itu bukan Bulan purnama, hingga wajah bulan nampak ramping, mirip sebuah sabit.    

“Jangan terus mengeluh, Matahari. Kupikir kau lebih beruntung daripada aku. Kau bisa merasakan kehangatan. Tapi aku? Semalaman aku kedinginan. Bahkan sampai menggigil tubuhku!”
  
Matahari terdiam.
    
Tiba-tiba, Bulan mempunyai sebuah gagasan yang menarik.
   
“Kita sama-sama punya masalah. Kau kepanasan. Dan, aku kedinginan. Bagaimana kalau kita menukarkan topi kita. Hingga, kau bisa merasa sejuk dan aku merasa hangat?”
   
“Kedengarannya bagus. Tapi mungkinkah?”
    
Bulan meyakinkannya.
    
Malam itu juga, Bulan memakai topi Matahari. Kini, sinar yang dipancarkannya menjadi lebih terang. Yang menyenangkan, ia sudah tidak kedinginan lagi.
   
Dalam peristirahatannya, Matahari merasakan kesejukan yang nikmat. Topi Bulan yang dipinjamnya, membuat sinar dari tubuhnya temaram.
 
Keesokan harinya, Matahari muncul di cakrawala. Sinarnya tidak seganas biasanya. Mula-mula ia merasa puas. Kesejukan yang dirasakannya terasa menyenangkan.
   
Keadaan itu tidak berlangsung lama. Menjelang petang, Matahari tidak gembira lagi. Ia tidak bisa menikmati kesejukan itu lagi. Rasa dingin menjalari seluruh tubuhnya. Hidungnya sampai membiru karena dingin yang tak tertahankan. Ia bergerak terus untuk memanaskan tubuhnya.
    
Sementara itu Bulan pun gelisah. Panas dalam tubuhnya terasa amat menyengat. Ia yang sudah terbiasa dalam keadaan dingin merasa amat tersiksa oleh panas itu.
    
Senja hampir berganti malam. Karena sudah tak tahan, Matahari menghampiri Bulan.
    
“Bulan, aku amat kedinginan. Bisakah kuminta kembali topiku?”
   
Bulan amat senang mendengarnya.
    
“Tentu saja. Aku juga tak tahan dalam begini.”
    
Kedua benda angkasa itu menyadari kekeliruan mereka. Mereka segera menukar topi mereka. Masing-masing mengenakan topinya sendiri. Sejak saat itu, keduanya kembali bertugas seperti semula.

Tidak ada komentar: